Rabu, 15 Juni 2011

Resensi Novel: DESERSI

Judul Novel     : Desersi : Menembus Rimba Raya Kalimantan (Judul asli : Borneo van Zuid   naar Noord)
Pengarang       : Michaël Theophile Hubert Perelaer
Penerbit           : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit    : 2006
Halaman          : xiv + 286 hlm
Judul Resensi  : Mengenal Kalimantan Lebih Dekat


Sebagai sebuah pertimbangan, tulisan ini mencoba melihat novel DESERSI dari dua segi Analisis, yakni :
1.   Analisis Keunggulan/kelebihan Novel DESERSI
Novel ini ditulis dengan cukup cermat oleh pengarang. Ada banyak kisah yang ditampilkan sehingga menimbulkan kesan bahwa Michaël Theophile Hubert Perelaer adalah pengarang novel yang bisa saja pernah hidup di Kalintan sehingga mengenal baik tentang keadaan dan situasi di Kalimantan.  Pengarang  juga adalah orang yang tahu banyak tentang budaya Kalimantan. Sangat boleh jadi, Novel ini diburu oleh  orang-orang yang sedang belajar tentang kebudayaan karena cukup banyak memuat tradisi,upacara adat dan kepercayaan yang dianut oleh Suku Dayak.  Pembaca juga akan  memperoleh cerita indah mengenai beberapa kejadian alam / kekhasan  alam Kalimantan atau bagaimana legenda nyamuk dan Buaya Sungai Kapuas yang menunjukan bukti sastra lisan masyarakat Dayak sampai saat ini serta kepercayaan masyarakatnya akan adanya hal-hal mistis dan gaib. Lebih jauh, novel ini juga menceritakan mengenai kekayaan alam yang terwakili lewat  emas dan batubara. Pembaca juga akan mengetahui lebih jauh tentang  budaya Dayak  yang ditampilkan cukup dominan dan sistem perkawinannya adalah menjadi latar belakang sosial pada masyarakat Dayak.
Novel ini juga menyiratkan beberapa nilai yang dapat ditimba oleh pembaca, seperti nilai perjuangan, semangat penjelajahan, serta hubungan harmonis  antara kaum Eropa dengan penduduk pribumi. Ada penolakan terhadap kemalasan, kolonialisme, kesombongan dan egoisme. Nilai lain yang berharga adalah nilai kesetiaan dan nilai persahabatan.
2.   Analisis Kekurangan/ kelemahan Novel DESERSI
Sebagai sebuah karangan fiksi  yang tentu saja memuat banyak sekali dialog antara tokoh-tokoh dalam cerita, harusnya penulis lebih mengedepankan bahasa daerah Kalimantan atau bisa juga Malayu kalimantan sebab denganya akan memberi kesan kuat, lebih hidup dan natural. Pemmbaca akan benar-benar  langsung merasakan bahwa kisah ini benar terjadi di Kalimantan.
Di samping itu juga cerita dalam novel ini sepertinya menonjolkan sadisme dan kekerasan suku-suku di Dayak yang bisa berakibat kepada aspek psikologis pembaca bahkan menimbulkan generalisasi penilaian yang negatif tentang perilaku masyarakat Dayak yang Barbar dan sadistis. Lebih lanjut Novel ini seakan-akan mau menceritakan bahwa suku-suku di Kalimantan yang mewakili masyarakat Indonesia sebagai orang-orang bodoh yang mudah sekali diakali dan tidak sanggup mengolah sumber dayanya sendiri, mudah diadu-domba dan malah tidak berperi kemanusiaan.
3.   Kesimpulan
Novel ini sesungguhnya menambah wawasan keindonesiaan kita, terutama tentang budaya-budaya di indonesia yang agaknya hampir dilupakan dan luput dari pelajaran di sekolah. Dengan cerita petualangan yang menarik dan kelebihannya yang cukup banyak, sudah seharusnya novel ini diburu oleh banyak orang. Sangat pantas bahwa novel ini lebih sering diperkenalkan agar menjadi buku yang populer di tengah masyarakat, misalnya novel ini coba diangkat oleh para produser perfilman Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar